Friday, March 7, 2008

Singkawang, Kota yang Sulit Dilupakan

PENCETUS dan pembuatan replika naga raksasa yang juga Ketua Yayasan Mandala Puja Pontianak, Sinse Aleng, mengaku sudah mengirim replikasi naga raksasa itu ke Kota Singkawang menggunakan truk, untuk melakukan atraksi menyambut acara Cap Go Meh, 21 Februari mendatang.

Karena itu ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada Walikota Pontianak (Buchari Abdulrachman) dan Walikota Singkawang (Hasan Karman) yang sama-sama mendukung atraksi naga raksasa dalam menyambut pergantian Cap Go Meh tersebut. "Kita sudah mengirim replikasi naga raksasa itu ke Singkawang, Minggu (3/2) menggunakan truk," katanya.


Replika naga raksasa mempunyai panjang 288 meter, berat bagian kepala mencapai 100 kilogram dan berdiameter lima meter. Sinse Aleng, dalam menyambut pergantian tahun baru Cina ini, termasuk Cap Go Meh, punya persiapan khusus. Hal ini terkait dengan penyelenggaraannya dilaksanakan di Singkawang. Bisa dipahami bahwa pergantian tahun baru Cina atau Imlek 2559, di Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), bagi etnis Tionghoa punya nilai tinggi.

Dalam merayakan Cap Go Meh atau perayaan pasca Imlek, yang jatuh pada 21 Februari 2008, etnis Cina di sini punya cara tersendiri. Biasanya, sambil berkeliling kota, para dukun yang disebut loya atau tatung ini memamerkan ilmu kekebalan tubuh. Seperti halnya permainan debus dari Banten. Meski tubuh mereka ditusuk berbagai benda tajam, seperti kawat, pecahan kaca hingga batangan besi, namun tidak mengeluarkan darah.

Upacara dimulai dari altar klenteng. Para dukun memberikan persembahan kepada Dewa To Pe Kong. Setelah minta diberkahi keselamatan, mereka kemudian memanggil roh. Hanya dalam hitungan menit, tubuh para tatung ini dimasuki roh dan mereka pun menjadi kebal luar biasa. Saat itu pula para tatung diarak keliling kota. Diiringi genderang yang memekakan telinga, peserta pawai mengenakan kostum gemerlap pakaian kebesaran negeri Tiongkok di masa silam. Para tatung terus mempertunjukkan kekebalan mereka. Benda tajam ditusukkan menembus pipi dan leher. Pecahan kaca pun diinjak-injak dengan kaki telanjang.

Sebelumnya keramaian pun sangat terasa sepanjang pantai utara Kalbar, mulai dari batas kota Pontianak, Sungai Duri, Karimunting, Sungai Raya hingga Singkawang. Bahkan kota Pemangkat, wilayah penghasil jeruk yang berdekatan dengan Kabupaten Sambas, ikut terkena imbasnya dengan keramaian pergantian tahun baru tersebut.

Semarak pun terlihat di berbagai rumah, meski banyak warga Tionghoa mendiami pemondokan sederhana dan kumuh. Sementara itu Bandar Udara Supadio, Pontianak, terasa lebih ramai dari biasanya. Wajah-wajah gembira dari etnis Cina memenuhi hampir semua bagian sudut bandara. Mereka datang dari luar daerah, bahkan jauh dari luar negeri.

Terkait dengan keramaian di Singkawang pada perayaan Cap Go Meh, 21 Februari nanti, Sinse Aleng menjelaskan, pemindahan atraksi naga raksasa dari Pontianak ke Singkawang dimaksudkan guna mendukung dan mempromosikan Tahun Kunjungan Wisata 2008 (Visit Indonesia 2008). Namun ia mengaku bisa saja suatu saat negara raksasa itu dipindahkan lagi ke Pontianak. "Sewaktu-waktu setelah Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh naga raksasa akan dibawa lagi ke Kota Pontianak," Aleng menjelaskan.

Pembuatan naga raksasa itu, menurut dia, tak terlepas dari ritual tahun lalu yang saat melepas burung tidak mau lari dari naga terpanjang, hal itu berarti masyarakat Tionghoa harus membuat naga yang lebih besar dari naga tahun lalu. "Kita juga mendapat wahyu agar naga tidak boleh diarak ke tempat-tempat lain," ujarnya.

Pembuatan naga tersebut menelan biaya sekitar Rp1 miliar yang diperoleh dari sumbangan para dermawan dan Pemerintah Kota Pontianak. Replika naga tersebut dibuat dengan bahan dasar kain sepanjang 1.000 meter dan rotan sebanyak lima ratus batang, agar terlihat menarik kaki naga dibuat bisa bergerak-gerak, dan tidak ada unsur "magic".

Naga raksasa tidak akan mengikuti ritual buka mata, karena naga tersebut akan menjadi ikon Kota Pontianak, sehingga setiap tahun akan selalu ditampilkan dalam setiap pergelaran budaya. Sementara rencana ritual buka mata bagi naga MURI dibatalkan.

Khas Cina

Memang, jauh hari sebelumnya mereka melakukan persiapan menyambut Imlek dan Cap Go Meh. Rumah-rumah dibersihkan dan dihias. Meja saji untuk sembahyang dipersiapkan. Makanan pun mulai dimasak. Bahkan angpau juga siap dibagikan. Upacara khas Tionghoa yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Namun, jangan heran, jika pada malam menjelang Imlek berkali-kali terdengar letupan petasan. Petasan sudah menjadi salah satu tradisi perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Di tempat lain petasan boleh saja dilarang, tapi di Singkawang penjual petasan mudah dijumpai di berbagai sudut kota, berdampingan dengan penjual asesoris Imlek lain.

Singkawang, menurut data terakhir, punya lima kecamatan, 26 kelurahan, 43.157 Kepala Keluarga (KK), dan jumlah penduduk 191.589 orang, 51 persen di antaranya etnis Cina. Karena itu, kemeriahan di kota tersebut begitu kuatnya dengan suasana etnis Cina. Perayaan Imlek berlanjut hingga pembagian angpau. Momen yang ditunggu, terutama oleh anak-anak. Angpau tidak hanya dibagikan kepada saudara dan kerabat, tapi juga tetangga sekitar.

Singkawang terkenal sebagai kota perdagangan terbesar kedua di Kalbar setelah Pontianak. Letaknya di pantai barat sangat strategis, yakni berada di antara kabupaten Sambas dan Bengkayang. Wilayahnya cocok untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, terdapat di Kecamatan Singkawang Selatan, Utara dan timur. Wilayah itu memiliki potensi yang cukup besar.

Komoditi Kota Singkawang berasal dari sektor perkebunan. Pada sektor ini, dihasilkan karet yang merupakan komoditi unggulan dengan lahan yang telah digunakan untuk pengembangan karet seluas 8.002 Ha. Seperti wilayah lainnya di Kabar, Singkawang memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata bulanan 26, 1? Celsius, suhu minimum 24,2? Celsius, suhu maksimum 28,8? Celsius. Iklim tropis di wilayah Kota Singkawang termasuk klasifikasi iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2.819 mm/tahun atau 235 mm/bulan. Jumlah rata-rata hari hujan 157 hari/tahun atau rata-rat 13 hari hujan / bulan. Rata-rata kelembaban udara di kota Singkawang adalah 70 %.

Kota Singkawang memiliki wilayah datar dan sebagian besar merupakan dataran rendah antara 50 meter s/d 100 meter diatas permukaan laut. Kota Singkawang yang terletak pada 0? LU dan 109? BT, wilayahnya merupakan daerah hamparan dan berbukit serta sebelah Barat berada pada pesisir laut, dengan luas 504.000 atau 50.400 ha.

Sementara itu warganya menyambut pergantian tahun baru 2559 dan Cap Go Meh penuh dengan suka cita. Bagi orang yang pernah berkunjung ke Hongkong, suasana hampir serupa akan didapati di Singkawang. Pemandangan kelenteng sangat indah. Belum lagi gemerlapnya puluhan hotel dengan pernik Imlek, lampion pun menerangi dan menghias kota.

Lilin-lilin besar dan dupa memenuhi kelenteng. Dengan hio di tangan, warga kota menyembah dewa-dewa yang menguasai alam semesta. Leluhur juga tidak lupa dipuja. Pemandangan ini akan berakhir hingga Cap Go Meh, 21 Februari mendatang, dengan acara lebih meriah lagi.

Kehidupan warga di kota Singkawang tergolong damai. Dibanding sejumlah kota lainnya di Kalbar, ketika terjadi konflik antaretnis, beberapa tahun silam, wilayah ini relatif tenang. Pasalnya, sikap toleransi warga dari berbagai etnis dan agama cukup tinggi. Kelenteng memang banyak, tapi rumah ibadah lainnya, gereja dan masjid megah pun ada.

No comments: